4 Jenis Budaya Kerja Dalam Perusahaan
Setiap perusahaan memiliki budaya kerjanya masing-masing. Organizational Culture Assessment Instrument (OCAI) mengklasifikasikan 4 jenis budaya kerja berdasarkan parameter spesifik. Dibagi berdasarkan tujuan dan fokus perusahaan, secara umum budaya kerja dikelompokkan menjadi 4 menurut OCAI, yaitu Clan Culture, Adhocracy Culture, Market Culture, dan Hierarchy Culture.
Clan Culture
Bagaikan kelompok atau klan yang hidup bersama, budaya satu ini menekankan aspek kolaborasi di mana anggotanya menganggap diri mereka sebagai satu keluarga besar yang saling terlibat satu sama lain. Organisasi yang mengadopsi budaya ini diikat oleh komitmen dan tradisi, dengan nilai utama berupa teamwork, komunikasi, dan kesepakatan. Kepemimpinan yang ada pada clan culture berbentuk mentorship.
Salah satu perusahaan yang diketahui mengadopsi clan culture yaitu Tom’s of Maine, perusahaan yang memproduksi berbagai produk perawatan tubuh natural. Sang founder, Tom Chappell, berfokus untuk membangun hubungan yang baik dengan karyawan, konsumen, pemasok, hingga lingkungan.
Adhocracy Culture
Budaya ini didasarkan oleh energi dan kreativitas. Setiap karyawan diharapkan berani mengambil risiko, dengan sosok pemimpin yang dipandang sebagai inovator. Nilai utama yang dianut biasanya didasari oleh perubahan yang ada, dan salah satu hal yang menyatukan perusahaan yaitu eksperimen yang diikuti dengan kebebasan individu.
Facebook merupakan salah satu perusahaan yang menganut budaya adhocracy. Mark Zuckerberg sebagai CEO terkenal dengan nasihatnya yang berbunyi “Move fast and break things – unless you are breaking stuff, you are not moving fast enough.” (Bergerak cepat dan hancurkan hal lain – kamu belum bergerak cepat sampai kamu merusak berbagai hal).
Market Culture
Di antara 4 budaya kerja yang ada bisa dibilang budaya ini yang paling agresif. Kebalikan dari clan culture, market culture justru dianggap sebagai budaya kerja yang bisa menghambat proses pembelajaran. Budaya kerja satu ini tidak hanya menekankan aspek kompetitif dengan pesaing di industri, tetapi juga antar karyawan dalam organisasi. Karyawan akan dituntut untuk memenuhi tujuan yang sulit dan performa mereka akan menentukan hasil yang didapat, apakah itu bonus ataupun hukuman.
Penekanan pada performa ini sebenarnya diharapkan bisa menjadi motivasi bagi karyawan untuk berprestasi. Namun, banyak kritik justru berpendapat bahwa hal ini bisa menimbulkan budaya yang tidak sehat, seperti ketidakjujuran dan mengurangi produktivitas.
Hierarchical Culture
Struktur perusahaan menjadi salah satu faktor penentu di budaya hierarchical. Praktik bisnis pada budaya ini ditentukan oleh struktur, aturan, dan kontrol atasan. Proses yang terkontrol serta pengawasan yang cukup dianggap penting bagi produktivitas dan kesuksesan karyawan. Perusahaan disatukan oleh aturan dan kebijakan formal untuk mencapai stabilitas.